Jumat, 18 November 2016

A. HUKUM
Di dalam buku "Pengantar Dalam Hukum Indonesia", Utrecht memberikan batasan hukum sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib dalam masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Selain Utrecht, Sarjana Hukum Indonesia mendefinisikan hukum sebagai peraturan­-peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, jika melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan hukuman.
a) Ciri-ciri dan Sifat Hukum
Ciri hukum adalah :
                  adanya perintah atau larangan
                  perintah atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Agar tata tertib dalam masyarakat dapat dilaksanakan dan tetap terpelihara, perlu ada peraturan yang mengantur dan memaksa tata tertib itu untuk ditaati yang disebut kaidah hukum. Dan kepada barangsiapa yang melanggar, dapat dikenai sangsi hukuman.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi formal dan segi material.
Sumber hukum material dapat kita tinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut politik, sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Sedangkan sumber hukum formal antara lain ialah :
1)            Undang-undang (Statute)
Ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang
mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara;
2)            Kebiasaan (Costum)
Ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat. Sehingga tindakan yang berlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.
3)            Keputusan-keputusan hakim (Yurisprudensi)
Ialah keputusan hakim terdahulu yang sering dijadikan dasar keputusan hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
4)            Traktat (Treaty)
Ialah perjanjian antara dua orang atau lebih mengenai sesuatu hal, sehingga masing-masing pihak yang bersangkutan terikat dengan isi perjanjian tersebut.
5)            Pendapat Sarjana Hukum
Ialah pendapat para sarjana yang sering dikutip para hakim dalam menyelesaikan suatu masalah.
c) Pembangian Hukum
1) Menurut "sumbernya" hukum dibagi dalam :
          Hukum Undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang undangan.
          Hukum Kebiasaan, yaitu hukum yang terletak pada kebiasaan (adat).
           Hukum traktat, ialah hokum yang ditetapkan oleh Negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
          Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
2) Menurut "bentuknya" hukum dibagi dalam :
          Hukum tertulis, yang terbagi lagi atas :
           hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
          hukum tertulis tak dikodifikasikan.
          Hukum tak tertulis.
3) Menurut "tempat berlakunya" hukum dibagi dalam:
          Hukum Nasional ialah hukum dalam suatu negara.
          Hukum Internasional ialah hukum yang mengatur hubungan internasional.
          Hukum Asing ialah hukum dalam negara lain.
          Hukum gereja ialah norma gereja yang ditetapkan untuk anggota­anggotany a.
4) Menurut "waktu berlakunya" hukum dibagi dalam:
          Ius Constitutum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku sekarang hagi suatu masy arakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
          Ius Constituendum ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan datang.
          Hukum Asasi (hukum alam) ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia.
5) Menurut "cara mempertahankannya" dibagi dalam :
1. Hukum material ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah­perintah dan larangan- iarangan.
      Contoh : Hukum Perdata, dan lain-lain. Oleh karena itu, bila kita berbicara Hukum Pidana atau Perdata, maka yang dimaksud adalah Hukum Pidana atau Perdata material.
2.      Hukum Formal (Hukum Proses atau Hukum Acara) ialah hukum yang memuat peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi putusan.
       Contoh : Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
   6) Menurut "sifatnya" hukum dibagi dalam :
     Hukum yang memaksa ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan mempunyai paksaan mutlak.
     Hukum yang mengatur (pelengkap) ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian.
   7) Menurut "wujudnya" hukum dibagi dalam :
     Hukum Obyektif ialah hukum dalam suatu negara yang berlaku
umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
     Hukum Subyektif ialah hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau lebih. Kedua jenis hukum ini jarang digunakan.
   8) Menurut "isinya" hukum dibagi dalam :
     Hukum Privat (Hukum Sipil) ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya, dan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
     Hukum Publik (Hukum Negara) ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alit perlengkapan atau negara dengan warganegaranya.

Peran Negara dalam bidang hukum :
1.      engatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan asosial, artinya bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisms yang membahayakan.
2.          Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan­golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruh atau tujuan sosial.

Untuk menganalisa hukum lebih tajam, perlu dipelajari 10 aspek penganalisa yaitu :
1)        Jangan mengindentifikasikan "hukum" dengan "kebenaran keadilan".
2)        Tidak dengan sendirinya harus adil dan benar.
3)        Hukum tetap mengabdikan diri untuk menjamin kegiatan masa sistem dan bentuk pemerintahan.
4)   Meskipun mengandung unsur keadilan atau kebaikan tidak selamanya disambut dengan tangan terbuka.
5)        Hukum dapat diidentifikasikan dengan kekuatan atas kekuasaan.
6)        Macam-macam hukum terlalu dipukulratakan.
7)        Jangan apriori bahwa hukum adat lebih baik dari hukum tertulis.
8)        Jangan mencampur-adukkan substansi hukum dengan cara atau proses sampai terbentuk dasar diundangkannya hukum.
9)        Jangan mencampur-adukkan "law in activis" dengan "law in books" dari aparat penegak hukum.

B. NEGARA
Negara merupakan alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat.
Negara mempunyai 2 tugas utama, yaitu :
1)      Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang bertentangan satu sama lainnya.
2)      Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan tujuan bersama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan negara.

a) Sifat-sifat Negara.
sifat tersebut adalah :
1)         Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarkhi.
2)         Sifat monopoli,artinya negara mempunyai hak kuasa tunggal dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat.
3)         Sifat mencakup semua, artinya semua peraturan perundang-undangan mengenai semua orang tanpa kecuali.
 b) Bentuk Negara
1) Negara Kesatuan (Unitarisme)
      Adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat, di mana kekuasaan untuk mengurus seluruh permerintah dalam negara itu berada pada Pusat.
          Ada 2 macam bentuk negara Kesatuan, yaitu :
     (a) Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi. Di dalam sistem ini, segala
          sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus Pemerintah Pusat. 
         Dengan kata lain, Pemerintah Pusat memegang seluruh kekuasaan dalam negara.
          Keuntungannya :
     adanya peraturan yang sama di seluruh negara;
     penghasilan daerah dapat digunakan untuk keperluan seluruh negara. Kerugiannya :
     menumpuknya pekerjaan di Pemerintah Pusat; terlambatnya putusan¬putusan dari Pusat; keputusan sering tidak cocok dengan keadaan daerah;
   rakyat kurang mendapat kesempatan untuk turut serta dan bertanggung jawab terhadap daerah.
 (b) Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi.
      Di dalam sistem ini, daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2) Negara Serikat (negara Federasi)
Adalah negara yang terjadi dari penggabungan beberapa negara yang semula berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka, berdaulat, ke dalam suatu ikatan kerjasama yang efektif untuk melaksankaan urusan secara bersama.
Perbedaan antara Negara Kesatuan yang didesentralisir dengan Negara Serikat :
Asal usulnya :
Ada negara kesatuan dahulu                                                                               Ada negara bagian terlebih
baru kemudian dibentuk daerah                                                                            dahulu, baru membentuk
otonom.                                                                                                                              negara serikat.
Kewenangan membuat UUD
Hanya ada satu pembuat               Ada 2 pembuat UUD yaitu Pemerintah Federal dan Pemerintah
UUD yaitu Pemerintah Pusat.                           Negara Bagian. Sehingga ada 2 UUD yang berlaku.
Sumber wewenang
Pemerintah Pusat yang didis                                                                               Pemerintah Negara Bagian
tribusikan kepada daerah otonom                                yang dikontribusikan pada Pemerintah Federal.
Sedang bentuk kenegaraan yang kita kenal dewasa ini ialah :
(1) Negara Dominion
Bentuk ini khusus hanya terdapat dalam lingkungan ketatanegaraan Kerajaan Inggris. Negara dominion semua adalah jajahan Inggris, tetapi setelah merdeka tetap mengakui Raja Inggris sebagai rajanya. Negara-negara dominion tergabung dalam suatu gabungan yang bernama "The British Commonwealth of Nations".
 (2) Negara Uni
Adalah gabungan dari 2 atau beberapa negara yang mempunyai seorang Kepala negara.
Ada dua negara Uni, yaitu :
     Uni Riil, ialah apabila dua atau beberapa negara berdasarkan suatu perjanjian, mengadakan satu alat pemerintahan untuk menyelenggarakan kepentingan bersama;
    Uni Personil, ialah apabila dua atau beberapa negara secara kebetulan mempunyai seorang Kepala Negara yang sama.
 (3) Negara Protektorat
Ialah suatu negara yang berada di bawah perlindungan negara lain. Perlindungan ini umumnya adalah turut campurnya negara pelindung dalam urusan Luar negeri.
c) Unsur-unsur Negara
Untuk dapat dikatakan sebagai suatu negara, negara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(1)     harus ada wilayahnya
(2)     harus ada rakyatnya
(3)     harus ada pemerintahnya
(4)     harus ada tujuannya
(5)     mempunyai kedaulatan.

Tujuan Negara Republik Indonesia
Walaupun ada beberapa teori tujuan negara, namun yang menjadi tujuan dari Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aliena 4 : "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang leindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ...".
(a)      Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, berarti bahwa Negara
Indonesia tidak mengadakan pembedaan terhadap suku, agama, ras dan golongan dalam membawa rakyatnya ke arah tujuan yang dicita-citakan.
(b)         Memajukan kesejahteraan umum
Ini berarti bahwa negara Republik Indonesia menghendaki agar semua warga dapat mengenyam kesejahteraan, bukan hanya dinikmati oleh beberapa orang atau segolongan orang tertentu saja.
(c)          Mencerdaskan kehidupan bangsa
Kemajuan dunia dewasa ini menyadarkan usaha Pemerintah Indonesia untuk lebih mempergiat usaha dalam lapangan pendidikan.
(d)        Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Sejak Indonesia mencapai kemerdekaannya, maka tidak henti-hentinya Pemerintah dan bangsa Indonesia membantu perjuangan bangsa-bangsa yang dijajah. Di samping itu juga turut berusaha dengan aktif meredakan ketegangan dunia yang mengancam ketertiban dan perdamaian.
Negara hukum dalam arti sempit, yakni negara hukum liberal, ditandai dengan dua ciri :
1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan kekuasaan, antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Negara hukum dalam arti formal, lebih luas daripada negara hukum liberal, mengandung empat unsur sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia;
2. Pemisahan kekuasaan;
3. Setiap tindakan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang;
4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri, untuk aparat pemerintah yang melanggar batas-batas kewenangannya.

2. WARGANEGARA DAN NEGARA
Orang-orang yang berada dalam wilayah suatu negara itu dapat dibedakan menjadi :
a. Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
Penduduk ini dapat dibedakan menjadi 2 lagi, yaitu :
1)      Penduduk Warga Negara atau Warga negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri;
2)      Penduduk bukan Warga negara atau Orang Asing adalah penduduk yang bukan warga negara.
b. Bukan Penduduk ialah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.
1) Asas Kewarganegaraan
Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warganegara, digunakan 2 kriteria, yaitu :
(1) Kriterium kelahiran. Berdasarkan kriterium ini, masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu :
(a)     Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut pula "Ius Sanguinis". Di dalam asas ini, seorang memperoleh kewarganegaraan suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di manapun is dilahirkan.
(b)     Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau "Ius Soli". Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan negara tempat di mana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan warga negara dari negara tersebut.
Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan mengutamakan salah satu, tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara lus Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan rangkap (bipatride) atau tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali (a-patride).
Berhubung denganitu, maka untuk menentukan kewarganegaraan seseorang digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (di samping kedua asas di atas) yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif.
Pelaksanaan kedua stelsel ini kita bedakan dalam
— hak opsi, yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel aktif);
— hak repudiasi, ialah hak untuk menolak kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel pasif).
(2) Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan negara lain.
Di Indonesia, siapa-siapa yang menjadi warganegara telah disebutkan di dalam pasal 26 UUD 1945, yaitu :
(1)   Yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2)   Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undanng¬undanng.
Pelaksanaan selanjutnya dari pasal 26 UUD 1945 ini diatur dalam UU Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang pasal 1-nya menyebutkan :

Warga negara Republik Indonesia ialah :
a.     Orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah warga negara Republik Indonesia.
b.     Orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, sdorang warga negara RI, dengan pengertian bahwa kewarganegaraan karena RI tersebut dimulai sejak adanya hubungan hukum kekeluargaan ini diadakan sebelum orang itu berumur 18 tauhn atau sebelum ia kawin pada usia dibawah umur 18 tahun
c.     Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meniiiggal dunia, apabila ayah itu pada waktu meninggal dunia warga negara RI.
d.    Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warganegara RI, apabila ia pada waktu itu tidak mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya.
e.     Orang yang pada waktu lahirnya ibunya warga negara RI, jika ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama tidak diketahui kewarganegaraan ayahnya.
f.     Orang yang lahir di dalam wilayah RI selama kedua orang tuanya tidak diketahui.
g.     Seseorang yang diketemukan di dalam wilayah RI selama tidak diketahui kedua orang tuanya.
h.     Orang yang lahir di dalam wilayah RI, jika kedua orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau selama kewarganegaraan kedua orang tuanya tidak diketahui.
i.      Orang yang lahir di dalam wilayah RI yang pada waktu lahirnya tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya dan selama ia tidak mendapat kewarganegaraan ayah atau ibunya itu.
J.    Orang yang mempunyai kewarganegaraan RI menurut aturan undang-undang ini.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Umum UU No.62 tahun 1958 ini
dikatakan bahwa kewarganegaraan RI diperoleh :
a. karena kelahiran
b. karena pengangkatan
c. karena dikabulkan permohonan
d. karena pewarganegaraan
e. karena atau sebagai akibat dari perkawinan
f. karena turut ayah/ibunya
g. karena pernyataan.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 1 UU Nomor 62 tahun 1958 disebutkan :
b,c,d dan e. :
Sudah selayaknya keturunan warga negara RI adalah WNI. Sebagaimana telah diterangkan di atas dalam Bab I huruf a yang menentukan status anak ialah ayahnya. Apabila tidak ada hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya atau apabila ayah tidak mempunyai kewarganegaraan ataupun selama tidak diketahui kewarganegaraannya, maka barulah ibunya yang menentukan status anak itu.
Hubungan hukum kekeluargaan antara ibu dan anak selalu ada , kalau ayahnya mengadakan hukum secara yuridis. Anak baru turut kewarganegaraan ayahnya, setelah ayah itu mengadakan hubungan hukum kekeluargaan dan apabila hubungan hukum itu diadakan setelah anak itu menjadi dewasa, maka is tidak turut kewarganegaraan ayahnya.
f,g dan h.
Menjalankan ius soli supaya orang-orang yang lahir di Indonesia tidak ada yang tanpa kewarganegaraan.
2) Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Apabila kita melihat pasal-pasal dalam UUD 1945, maka akan dapat kita temukan beberapa ketentuan tentang hak-hak warga negara, misalnya, pendidikan, pertahanan dan kesejahteraan sosial.
Pasal 27 (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 30 (1) Tiap-tiap warga negara berhak ... ikut serta dalam usaha
pembelaan negara.
Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran.
Selain pasal-pasal yang menyebutkan hak warga negara maka terdapat pula beberapa pasal yang menyebutkan tentang kemerdekaan warga negara :
Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan ... (hak memilih dan dipilih).
Pasal 29 (2)
Pasal 28 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (hak untuk beragama dan beribadat menurut kepercayaan masing-masing, selama agama dan kepercayaan itu diakui Pemerintah).
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. (hak bersama dan mengeluarkan pendapat).
Di samping itu dua ketentuan dengan tegas menyebutkan tentang kewajiban warga negara :
Pasal 27 (1) : Segala warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 30 (1) : Tiap-tiap warga negara wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
Pembedaan penduduk suatu negara menjadi warga negara dan orang asing tersebut, pada hakikatnya adalah untuk membedakan "hak dan kewajiban"nya saja.

Orang asing di Indonesia tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana warga negara Indonesia. Mereka tidak mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, hak dan kewajibanmempertahankan dan membela negara, namun mereka mempunyai kewajiban untuk tunduk dan patuh pada peraturan, dan berhak mendapatkan perlindungan atas diri dan harta bendanya.
Walaupun hak dan kewajiban warga negara di dalam UUD 1945 hanya dirumuskan dalam beberapa pasal saja, namun semuanya telah disebut di atas hal-hal yang pokok. Ini sesuai dengan sifat UUD 1945 yang hanya mengatur hal-hal yang pokok saja.
Karena UUD 1945 hanya mengatur hal-hal yang pokok, maka untuk pelaksanaan selanjutnya harus ada undang-undang yang akan menentukan lebih jauh, bagaimana hak-hak dan kewajiban tersebut di atas harus dilaksanakan. Tanpa adanya undang-undang semacam ini, maka ketentuan¬ketentuan yang ada pada pembukaan, batang tubuh maupun penjelasan UUD 1945 akan kehilangan artinya dan hanya tinggal merupakan rangkaian huruf¬huruf mati saja.
Sebagai contoh pasal 28 mengatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dengan tulisan dan lisan. Ketiga hak ini adalah suatu negara demokrasi. Kebebasan berserikat tidak akan ada artinya bila tidak ada hak untuk mengeluarkan pendapat. Dalam UUD sendiri telah disebutkan bahwa hal tersebut harus diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Sebagai pelaksanaan hak atas kebebasan berserikat, pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyusun Undang-undang Nomor 3 tahun 1975. Sedangkan kebebasan-kebebasan lain yang juga diatur pada pasal 23 sampai sekarang belum diatur lebih jauh, sehingga sering menimbulkan berbagai penafsiran. Kebebasan berserikat tersebut terutama adalah kebebasan untuk mendirikan partai politik. Pengakuan terhadap partai tersebut oleh pemerintah tidak boleh sama sekali dikaitkan dengan program partai tersebut apakah mendukung program pemerintah atau tidak. Jadi suatu partai politik bebas untuk menentukan sikapnya, apakah akan menjadi pendukung setia atau akan beroposisi terhadap Pemerintah.
Kebebasan ini berarti pula bahwa pemerintah sama sekali tidak memilkiki hak untuk melarang berdirinya suatu partai politik baru, karena lapangan semacam ini jelas bertentangan dengan asas kebebasan berserikat yang dijamin oleh pasal 28 tersebut. Jadi sesuai dengan tingkatan/hierarki perundang¬undangan, suatu undang-undang isinya tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang Dasar yang kedudukannya lebih tinggi, dan menjadi sumberbagi undang-undang tersebut. Tentu saja ada pembatasan bahwa partai yang didirikan harus tidak bertentangan dengan nilai demokrasi yang justru terkandung dalam pasal 28 UUD 1945.
Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Ini berarti bahwa tidak ada warga negara yang memiliki hak lebih banyak atau lebih sedikit daripada warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Karena itu pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lapangan kerja baru dengan syarat-syarat yang sesuai dengan kemanusiaan.
Pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing, dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. "Penduduk" yang dimaksud di sini adalah siapa saja yang berdomisili di wilayah Indonesia, baik is warga negara ataupun orang asing. Tentu saja pasal ini harus dihubungkan dengan ayat satunya, sehingga kebebasan tersebut adalah dalam hubungannya dengan agama yang mempercayai keesaan Tuhan.
 Begitu pula pasal 31, 32, 33 dan 34 menjamin hak-hak terhadap pengajaran, perlindungan kultural, ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Jadi meskipun ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945 tidak terlalu banyak, tetapi karena hal-hal tersebut meliputi pokok-pokok saja yang kemudian pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan undang-undang, maka pengaturan tersebut sudah cukup memadai.
Tetapi yang lebih penting lagi adalah apa yang dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945 bahwa :

"Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara semangat parapemimpin pemerintahan meskipun UUD itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintah baik, UUD itu tentu akan merintangi jalannya negara." Sebaliknya, meskipun dalam UUD dicantumkan perumusan hak-hak dan kewajiban warga negara yang sebanyak-banyaknya, hal tersebut akan menjadi sia-sia bila penyelenggara negaranya, para pemimpin pemerintahannya memang tidak baik, dalam arti memang tidak mempunyai itikad untuk memberi kesempatan kepada warga negara untuk menikmati hak¬haknya maupun melaksanakan kewajibannya, meskipun hak-haknya maupun melaksanakan kewajibannya, meskipun hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut jelas sudah disebutkan dengan cukup memadai dalam UUD 1945.

CONTOH KASUS :

1. Kasus Hukum

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata punya andil dalam mengungkap dugaan suap skandal cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, yang menjerat Kepala Unit Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri, AKBP Brotoseno‎.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengklaim bahwa pihaknya turut menjadi penyandang data dan informasi dugaan suap tersebut. “Iya. Kita berikan informasi. Kita sharing berbagai info,” ungkap Alexander Marwata saat dikonfirmasi, Jumat (19/11) malam.

Menurut Komisioner yang kerap disapa Alex ini, awalnya KPK juga menelusuri dugaan tindak pidana ihwal cetak sawah. Hingga kemudian, lembaga antirasuah melimpahkannya ke Mabes Polri.

Namun, Alex mengaku bahwa pihaknya terus memantau ketika kasusnya diserahkan ke polisi. “Kami monitor terus. Sampai di mana perkembangannya,” jelasnya.

Hakim Ad Hoc ini sebetulnya menyayangkan peritiwa yang menimpa Brotoseno. Kata dia, mantan penyidik KPK ini seharusnya bisa menamnamkan nilai-nilai integritas yang ia bangun saat masih di KPK ke lingkungan polisi.

Brotoseno memang sempat bekerja menjadi penyidik KPK. Tapi ketika tercium dugaan skandal asmaranya dengan Angelina Sondakh, Brotoseno akhirnya keluar dari KPK dan kembali ke Polri.
“Kami tentu sangat menyesalkan, sangat sangat menyesalkan. Nilai-nilai yang sudah dia bawa dan bina dari KPK itu tidak dia aplikasikan, terapkan di instansi asalnya (di Polri),” tutupnya.

Sumber: 
http://www.aktual.com/kpk-klaim-suplai-data-dugaan-suap-akbp-brotoseno/

2. Kasus Kewarganegaraan.

Pengamat hukum menyarankan Presiden Joko Widodo menganulir keputusan mengangkat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Archandra Tahar, apabila yang bersangkutan memang pernah bersumpah setia kepada negara lain.

Saran tersebut disampaikan Bivitri Susanti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) saat menanggapi kabar yang beredar mengenai status kewarganegaraan Archandra Tahar.

“Dari segi kompetensi mungkin dia baik. Tapi masalahnya, ada kebohongan, sesuatu yang ditutupi. Seharusnya pihak presiden dan jajarannya melakukan penelitian itu secara mendalam."

"Karena, kalau memang ada undang-undang yang dilanggar, dalam hal ini UU Kementerian Negara dan UU Kewarganegaraan, maka seharusnya dia (Presiden Jokowi) bisa menganulir keputusannya untuk menunjuk menteri itu dan menggantinya dengan yang lain,” kata Bivitri.

Soal kewargaan AS, Menteri Archandra Tahar: 'sudah dikembalikan', aparat 'harus' awasi permohonan paspor
Kabar bahwa Archandra Tahar telah menjadi warga negara Amerika Serikat marak beredar melalui media sosial, pada Sabtu (13/08).

Tanpa ketegasan

Namun, baru pada Minggu (14/08), Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan bahwa Menteri ESDM Archandra Tahar merupakan pemegang paspor Indonesia. Meski demikian, Pratikno tidak menjawab rinci ketika ditanya apakah Archandra merupakan warga AS atau pernah menjalani proses menjadi warga AS.

“Nanti ditanya ke otoritas yang bisa menjelaskan,” ujarnya.

Sikap semacam ini, menurut Bivitri, justru menciptakan 'gonjang-ganjing' di kalangan masyarakat.
“Sekarang ada pihak yang menuding pemerintahan Jokowi nggak beres. Kemudian ada yang membela. Untuk menghentikan ini, dibuka dulu semuanya. Harus ada klarifikasi resmi dengan dokumen resmi juga, sebenarnya bagaimana status kewarganegaraan dia? Kalau ada kesalahan, diakui dan diperbaiki. Kalau memang benar, kita kan senang, nggak gonjang-ganjing.”

Archandra Tahar telah mengenyam pendidikan dan karier di Amerika Serikat selama 20 tahun terakhir.

Secara terpisah, mantan Badan Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono, merilis serangkaian cuitan di Twitter soal status kewarganegaraan Menteri ESDM Archandra Tahar.

Archandra, tulis Hendro Priyono, terkenal di AS sebagai seorang jenius, yang memiliki enam hak paten internasional di bidang ESDM dari penemuan-penemuan teknis hasil riset sendiri.

“Apa kita tidak bangga punya anak bangsa seperti ini? Soal dwikewarganegaraan, loh emangnya kenapa orang mempunyai dwikenegaraan, bukan tindak pidana! Hanya jika hal itu diketahui, maka dia harus ditanya mau terus jadi WNI atau tidak? Kan dia sudah pilih jadi WNI, terus apa lagi?”

“Archandra juga dihadapkan pada dua pilihan, memilih paspor yang mana, Indonesia atau Amerika. Dia sudah memilih Indonesia, maka paspor AS-nya harus diserahkan kepada pihak pemberi paspor yaitu imigrasi AS," tambahnya.

Mengembalikan proses

Pada Minggu (14/08), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Archandra Tahar, mengaku telah 'mengembalikan proses' menjadi warga negara Amerika Serikat. Hal itu dia utarakan ketika para wartawan menanyakan apakah benar Archandra merupakan warga negara AS.

"Proses-proses yang di sana, yang berkaitan dengan pertanyaan teman-teman, itu sudah saya kembalikan semua,” kata Archandra.

Ketika ditanya lagi kapan proses pengembalian berlangsung, Archandra menepis.
“Itu sudah dikembalikan, silakan tanyakan ke yang berwenang.”

Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, itu juga menegaskan masih memegang paspor Indonesia.
Presiden Jokowi disarankan memberikan klarifikasi seraya menunjukkan dokumen resmi mengenai status kewarganegaraan Archandra Tahar.

“Saya orang Padang asli. Istri saya juga orang Padang asli. Lahir dan besar di Padang, cuma kuliah S2 dan S3 di Amerika. Saya pergi ke Amerika tahun 1996. Sampai saat sekarang saya masih memegang paspor Indonesia. Paspor Indonesia saya masih valid," ujar Arcandra kepada wartawan.
Permohonan menjadi WNI

Menurut Bivitri, Indonesia tidak menganut dwikewarganegaraan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006.

Sebaliknya, berdasarkan pasal tersebut, seseorang kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia apabila dia memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri dan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Masalahnya, apabila seseorang telah kehilangan status WNI lantaran mengucapkan janji setia kepada negara asing, dia tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.

Berdasarkan Pasal 9 UU 12 tahun 2006, seseorang harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI pada saat sudah bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
Lebih jauh, Pasal 22 ayat (2) huruf a UU Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008 mengatur menteri 'harus memenuhi persyaratan' sebagai 'warga negara Indonesia'.

Sumber :
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160814_indonesia_archandra_jokowi